SEBUAH PERJALANAN MENUJU KEDEWASAAN
Adalah Fiersa Besari yang menginspirasiku untuk menulis postingan kali ini. Ya, itu karena semua yang terjadi dalam hidupku, sama persis seperti yang telah dirasakannya. Hanya saja, aku sebagai wanita yang ditulis dalam novelnya. Siapa Fiersa Besari ini? Dimana ia berada sekarang? Apakah aku bisa bertemu dengannya? Sepertinya aku gemar membaca cerita hidupnya, terutama dalam novelnya yang berjudul "Garis Waktu" ini.
Adalah seseorang yang kuharap untuk membaca postinganku kali ini. Ini adalah untuknya, bagiannya, kisahnya. Hampir semua yang tertulis dipostingan ini adalah kutipan kata-kata dari novel Fiersa Besari yang mewakili perasaan hatiku.
Alasanku menulis adalah untuk menenangkan pikiran saat tak ada orang yang mengerti perasaanku, untuk memotivasi dikala sedih, dan untuk mengenang dan menghargai orang-orang yang telah hadir dalam hidupku. Dan entah mengapa, disaat sedang bahagia aku tak pernah berniat untuk menulisnya, mungkin aku lebih ingin menikmatinya saja tanpa orang lain perlu tahu.
Nah, bacalah sebentar. Ini tidaklah singkat, namun kau perlu tahu. Ini adalah isi hatiku.
"Cinta selalu bersemi di tempat, waktu, dan situasi yang tidak terduga"
"Jika ingin menetap, jangan menetap sebagai 'tanda tanya', tapi sebagai 'titik' pengembaraan. Kau jernih di antara buram, nyata di antara nanar. Biar kurengkuh dirimu beberapa militer ke dekat jantungku, agar detaknya seirama dengan jantungmu. Karena aku yang egois ini hanya ingin kau menjadi milikku seorang."
"Akhir-akhir ini, kalimat 'jadilah diri sendiri' terasa klise. Apakah seseorang bisa menjadi diri sendiri? Bukankah diri ini adalah hasil kolektif pengetahuan yang kita dapat dari lingkungan sekitar?"
"Sekuat-kuatnya seseorang memendam, akan kalah oleh yang menyatakan. Sehebat-hebatnya seseorang menunggu, akan kalah oleh yang menunjukkan."
"Lambat laun kusadari, beberapa rindu memang harus sembunyi-sembunyi. Bukan untuk disampaikan, hanya untuk dikirim lewat doa. Beberapa rasa memang harus dibiarkan menjadi rahasia. Bukan untuk diutarakan, hanya untuk disyukuri keberadaannya."
"Biarlah 'apa kabar' menjadi pengganti 'aku rindu'; 'jaga dirimu baik-baik' menjadi pengganti 'aku sayang kamu'"
"Sembuh itu butuh waktu, bukan paksaan. Saat semua tidak berjalan semestinya, kita bisa mengangkat tangan untuk menyerah atau mengangkat tangan untuk berdoa. Kuharap kau memilih yang kedua."
"Jatuh hati tidak pernah bisa memilih. Tuhan yang memulihkan. Kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi, bahagia adalah bonus."
"Adalah malam yang membuat pagi belajar bersinar. Adalah hening yang membuat bising belajar mendengar. Adalah sejarah yang membuat masa depan belajar menghargai. Adalah luka yang membuat sehat belajar bersyukur. Adalah patah hati yang membuat jatuh hati belajar mendarat. Adalah kau yang membuat aku belajar menjadi aku."
Komentar
Posting Komentar